SEJARAH KEMERDEKAAN INDONESIA
Berawal dari pecahnya “Perang Asia Timur Raya “ , dan Amerika menyatakan perang kepada Jepang karena serbuan tentara Jepang di Pusat Pertahanan Amerika Serikat “Pearl Harbour” pada tgl 8 Desember 1941. Tentara Jepang dengan Angkatan Laut dan Angkatan Udaranya semakin agresif beraksi mendarat di wilayah Indocina ,Filipina , Malaya dan Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda ikut ikutan Sekutu menyatakan perang dengan Jepang. Jepang mendarat ke Indonesia dengan tujuan melumpuhkan pasukan Belanda .Pendaratan pertama tentara Jepang di Tarakan kemudian merambah ke daerah Balik Papan,Manado, Ambon, Makasar, Pontianak dan Palembang. Daerah daerah di Jawa juga dikuasainya ,pada tgl 1 Maret 1942 ,Jepang mendarat di BAnten, Indramayu dan Rembang. Wilayahnya semakin meluas dengan dikuasainya Batavia tgl 5 Maret 1942 , dan semakin merajalela ke wilayah Surakarta, Cikampek, Semarang dan Surabaya . Belanda semakin terdesak dengan penyerangan Jepang dan Ooh akhirnya Pemeritah Hindia Belanda menyatakan “menyerah tanpa syarat”
Masyarakat Indonesia pada awalnya menyambut
dengan ramah kedatangan militer Jepang , dapat dilihat dari sikap
kooperatif tokoh tokoh Nasional kita Ir. Soekarno dan Moh Hatta.
Pemerintahan Jepang mulai aktif merangkul rakyat dengan pembentukan
organiasasi masyarakat , yang sebenarnya “ada udang di balik batu”
sebenarnya dibalik itu untuk kepentingan Jepang di Perang
Dunia II. Organisasi itu antara lain :Gerakan Tiga A, Pusat Tenaga
Rakyat (PUTERA), Jawa Hokokai, Seinendan, Keibodan, Fujinkai, Heiho,
MIAI, Pembentukan BPUPKI
BPUPKI(Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan RI) dibentuk pada th 1943 dibawah pemerintah Perdana Menteri Tojo, bertugas untuk mempelajari dan menyelidiki hal hal yang penting dan
perlu bagi pembentukan pemerintah Indonesia. Dalam perkembangannya
selanjutnya BPUPKI dibubarkan dan diganti nama oleh tokoh pejuang kita ,
dari BPUPKI menjadi PPPKI atau dikenal dengan Docoritsu Junbi Inkai,
dengan penggantian nama ini terkesan bahwa organisasi PPPKI bukan
bentukan Jepang tetapi hasil kesepakatan dan perjuangan
para tokoh kemerdekaan Indonesia. Peristiwa penting yaitu pertemuan
Soekarno ,M Hata dan Rajiman Wedyodiningrat dengan Jenderal Terauchi di
Dalat menyampaikan bahwa pemerintah Jepang telah memutuskan akan
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia yang wilayahnya meliputi bekas
wilayah Hindia-Belanda.
KEKALAHAN JEPANG DAN KEMERDEKAAN INDONESIA
Pasukan Jepang mulai melemah, kekalahan dan
kekalahan diperolehnya dan Amerika semakin kuat ,apalagi setelah menarik
pasukannya yang ada di Eropa. Serangan Jepang dapat dihentikan oleh
tentara Amerika antara lain pada bulan Mei 1942 di pertempuran Laut
Koral dan Juni 1942 di Pertempuran Midway. Jepang semakin klepek klepek
karena Amerika mengamuk sehingga pada tgl 6 Agustus 1945 AS menjatuhkan Bom Atom
pertamanya di Hiroshima . Amerika belum puas juga dan tiga hari
kemudian tanggal 9 Agustus Bom Atom kedua mendarat kembali di kota
Nagasaki, dua pusat kota pemerintahan Jepang menjadi hancur rata dengan
tanah. Akhirnya Ohhhh Jepang menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu pada tgl 14 Agustus 1945. Penyerahan kalah itu dilakukan di kapal
Missouri pada tanggal 2 September 1945 oleh Kaisar Hirohito(Jepang) dan
Jendral Douglas Mc Arthur(Sekutu)
Berita kekalahan Jepang terhadap Sekutu tidak dapat
disembunyikan, dengan perjanjian Post Dam Jepang menyerahkan
kekuasaannya kepada Sekutu dan otomatis di Indonesia terjadi kekosongan
kekuasaan . Kesempatan ini dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia dengan
memproklamasikan KEMERDEKAAN INDONESIA.
Beberapa tahun kemudian, lagu “Halo-Halo Bandung” ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang telah menjadi lautan api.
Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik “bumihangus”. Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.
Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan rakyat untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Di sana-sini asap hitam mengepul membubung tinggi di udara. Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TRI bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota. Dan Bandung pun berubah menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu. Banyak yang bertanya-tanya darimana istilah ini berawal. Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api.
Peristiwa Bandung Lautan Api
Bandung Lautan Api
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat pada bulan Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk[rujukan?] membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda menguasai kota tersebut. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.[rujukan?] Kol. Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung.[rujukan?] Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota dan malam itu pembakaran kota berlangsung. Selanjutnya TRI melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih diperdebatkan.Beberapa tahun kemudian, lagu “Halo-Halo Bandung” ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang telah menjadi lautan api.
Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik “bumihangus”. Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.
Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan rakyat untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Di sana-sini asap hitam mengepul membubung tinggi di udara. Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TRI bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota. Dan Bandung pun berubah menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu. Banyak yang bertanya-tanya darimana istilah ini berawal. Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api.
Peristiwa Bandung Lautan Api
Surat Kabar De Waarheid sebagaimana dikutif
Soeara Merdeka Bandung (Juli 1946) memberitahukan bahwa di
Downingstreer 10. London, pada awal tahun 1946, Inggris menjanjikan
penarikan pasukannya dari Jawa Barat dan menyerahlan Jawa Barat kepada
Belanda, yang selanjutnya akan menggunakan sebagai basis militer untuk
menghadapi Republik Indonesia. Kesepakatn dua sekutu Inggris dan NICA (Nederlands Indie Civil Administration) Belanda itu memunculkan perlawanan heroic dari masyarakat dan pemuda pejuang di Bandung, ketika tentara Inggris dan NICA melakukan serangan militer ke Bandung. Tentara sekutu berusaha untuk menguasai Bandung, meskipun harus melanggar hasil perundingan dengan Republik Indonesia. Agresi militer Inggris dan NICA Belanda pun memicu tindakan pembumihangusan kota oleh para pejuang dan masyarakat Bandung. Warga Bandung cinta kotanya yang indah, tetapi lebih cinta kemerdekaan…. Sekarang Bandung telah menjadi lautan api ………………………….. Mari, Bung … Bangun … Kembali …… |
|
Tentara Sekutu dan NICA Belanda, yang menguasai wilayah Bandung Utara (wilayah di utara jalan kereta api yang membelah kota Bandung dari timur ke baratt), memberikan ultimatum (23` Maret 1946) supaya Tentara Republik Indonesia (TRI) mundur sejauh 11 km dari pusat kota (wilayah di selatan jalan kereta api dikuasai TRI) paling lambat pada tengah malam tanggal 24 Maret 1946. Tuntutan itu disetujui Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta, padahal Markas Besar di Yogyakarta telah memerintahkan TRI untuk mempertahankan setiap jengkal tanah Bandung. TRI dan masyarakat Bandung memutuskan untuk mundur ke selatan, tetapi sambil membumihanguskan Kota Bandung agar pihak musuh tidak dapat memanfaatkannya. | |
Pada siang tanggal 24 Maret 1946, TRI dan masyarakat mulai mengosongkan Bandung Selatan dan mengungsi ke selatan kota. Pembakaran diawali pada pukul 21.00 di Indisch Restaurant di utara Alun-alun (BRI Tower sekarang). Para pejuan dan masyarakat membakari bangunan penting di sekitar jalan kerata api dari Ujung Berung hingga Cimahi. Bersamaan dengan itu, TRI melakukan serangan ke wilayah utara sebagai “upacara” pengunduran diri dari Bandung, yang diiringi kobaran api sepanjang 12 km dari timur ke barat Bandung membara bak lautan api dan langit memerah mengobarkan semangat juang. Tekad untuk merebut kembali Bandung muncul di dalam hati setiap pejuang. | |
Sejarah heroic itu tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai peristiwa Bandung Lautan Api (BLA). Lagu Halo-halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki menjadi lagi perjuangan pada saat itu. Akhirnya, NICA Belanda berhasil menguasai Jawa Barat sepenuhnya melalui Perjanjian Renville (17 Januari 1948) yang menekan Pemerintah Republik Indonesia untuk mengosongkan Jawa barat dari seluruh pasukan tentara Indonesia, menyusul kegagalan agresi militer 20 Juli – 4 Agustus 1947. NICA melanggar`gencatan senjata dan terus menggempur basis pertahanan tentara Indonesia hingga Januari 1948. Pasukan Indonesia (Divisi Sliwangi) terpaksa hijrah ke Jawa Tengah pada`tanggal 1 – 22 Pebruari 1948. | |
Sejarah Kota Surabaya |
|
Sejarah Kota Surabaya – Menurut cerita yang beredar dimasyarakat, asal usul nama Surabaya berasal
dari cerita mitos masyarakat yaitu pertempuran antara sura (ikan hiu)
dan baya dan akhirnya menjadi kota Surabaya. Kota Surabaya merupakan
kota terbesar kedua di indonesia setelah Kota Jakarta.
Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia dengan jumlah
penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa. Surabaya merupakan
pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia
timur. Surabaya juga terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena
sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut
kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. Secara geografis, Kota
Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya
berbatasan dengan Selat Madura di Utara dan Timur, Kabupaten Sidoarjo di
Selatan, serta Kabupaten Gresik di Barat. Berikut ini dapat kita
pelajari tentang sejarah kota Surabaya dari sebelum kedatangan belanda, zaman hindia belanda hingga pertempuran mempertahankan Surabaya.
Sejarah Kota Surabaya Sebelum Kedatangan Belanda
Surabaya dulunya merupakan gerbang Kerajaan Majapahit, yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan Kubilai Khan. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO (ikan hiu/berani)dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai BOYO (buaya/bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya.
Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar
dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu anggota wali sanga, Sunan
Ampel, mendirikan masjid dan pesantren di daerah Ampel. Tahun 1530,
Surabaya menjadi bagian dari Kesultanan Demak.
Pesan Sponsor
Menyusul runtuhnya Demak, Surabaya
menjadi sasaran penaklukan Kesultanan Mataram: diserbu Panembahan
Senopati tahun 1598, diserang besar-besaran oleh Panembahan Seda ing
Krapyak tahun 1610, diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan aliran
Sungai Brantas oleh Sultan Agung akhirnya memaksa Surabaya menyerah.
Tahun 1675, Trunojoyo dari Madura merebut Surabaya, namun akhirnya
didepak VOC pada tahun 1677.
Dalam perjanjian antara Paku Buwono II dan VOC pada tanggal 11 November 1743, Surabaya diserahkan penguasaannya kepada VOC.
Serajah Kota Surabaya pada Zaman Hindia Belanda
Pada zaman Hindia-Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibukota Karesidenan Surabaya, yang wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang. Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status kotamadya (Gemeente). Pada tahun 1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibukota provinsi Jawa Timur. Sejak itu Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia-Belanda setelah Batavia.
Sebelum tahun 1900, pusat kota Surabaya
hanya berkisar di sekitar Jembatan Merah saja. Sampai tahun 1920-an,
tumbuh pemukiman baru seperti daerah Darmo, Gubeng, Sawahan, dan
Ketabang. Pada tahun 1917 dibangun fasilitas pelabuhan modern di
Surabaya.
Tanggal 3 Februari 1942, Jepang
menjatuhkan bom di Surabaya. Pada bulan Maret 1942, Jepang berhasil
merebut Surabaya. Surabaya kemudian menjadi sasaran serangan udara
Sekutu pada tanggal 17 Mei 1944.
Sejarah Kota Surabaya, Pertempuran Mempertahankan Surabaya
Setelah Perang Dunia II usai, pada 25 Oktober 1945, 6000 pasukan Inggris-India yaitu Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby mendarat di Surabaya dengan perintah utama melucuti tentara Jepang, tentara dan milisi Indonesia. Mereka juga bertugas mengurus bekas tawanan perang dan memulangkan tentara Jepang. Pasukan Jepang menyerahkan semua senjata mereka, tetapi milisi dan lebih dari 20000 pasukan Indonesia menolak.
26 Oktober 1945, tercapai persetujuan
antara Bapak Suryo, Gubernur Jawa Timur dengan Brigjen Mallaby bahwa
pasukan Indonesia dan milisi tidak harus menyerahkan senjata mereka.
Sayangnya terjadi salah pengertian antara pasukan Inggris di Surabaya
dengan markas tentara Inggris di Jakarta yang dipimpin Letnan Jenderal
Sir Philip Christison.
27 Oktober 1945, jam 11.00 siang,
pesawat Dakota AU Inggris dari Jakarta menjatuhkan selebaran di Surabaya
yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan milisi untuk menyerahkan
senjata. Para pimpinan tentara dan milisi Indonesia marah waktu membaca
selebaran ini dan menganggap Brigjen Mallaby tidak menepati perjanjian
tanggal 26 Oktober 1945.
28 Oktober 1945, pasukan Indonesia dan
milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Untuk menghindari
kekalahan di Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar Presiden RI Soekarno
dan panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor Jenderal Douglas Cyril
Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian.
29 Oktober 1945, Presiden Soekarno,
Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin Harahap
bersama Mayjen Hawthorn pergi ke Surabaya untuk berunding.
Pada siang hari, 30 Oktober 1945,
dicapai persetujuan yang ditanda-tangani oleh Presiden RI Soekarno dan
Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah
diadakan perhentian tembak menembak dan pasukan Inggris akan ditarik
mundur dari Surabaya secepatnya. Mayjen Hawthorn dan ke 3 pimpinan RI
meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jakarta.
Pada sore hari, 30 Oktober 1945, Brigjen
Mallaby berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di Surabaya untuk
memberitahukan soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos pasukan
Inggris di gedung Internatio, dekat Jembatan merah, mobil Brigjen
Mallaby dikepung oleh milisi yang sebelumnya telah mengepung gedung
Internatio.
Karena mengira komandannya akan diserang
oleh milisi, pasukan Inggris kompi D yang dipimpin Mayor Venu K. Gopal
melepaskan tembakan ke atas untuk membubarkan para milisi. Para milisi
mengira mereka diserang / ditembaki tentara Inggris dari dalam gedung
Internatio dan balas menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C.
Smith melemparkan granat ke arah milisi Indonesia, tetapi meleset dan
malah jatuh tepat di mobil Brigjen Mallaby.
Granat meledak dan mobil terbakar.
Akibatnya Brigjen Mallaby dan sopirnya tewas. Laporan awal yang
diberikan pasukan Inggris di Surabaya ke markas besar pasukan Inggris di
Jakarta menyebutkan Brigjen Mallaby tewas ditembak oleh milisi
Indonesia.
Letjen Sir Philip Christison marah besar
mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby dan mengerahkan 24000 pasukan
tambahan untuk menguasai Surabaya.
9 November 1945, Inggris menyebarkan
ultimatum agar semua senjata tentara Indonesia dan milisi segera
diserahkan ke tentara Inggris, tetapi ultimatum ini tidak diindahkan.
10 November 1945, Inggris mulai membom
Surabaya dan perang sengit berlangsung terus menerus selama 10 hari. Dua
pesawat Inggris ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang penumpang
Brigadir Jendral Robert Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal
keesokan harinya.
20 November 1945, Inggris berhasil
menguasai Surabaya dengan korban ribuan orang prajurit tewas. Lebih dari
20000 tentara Indonesia, milisi dan penduduk Surabaya tewas. Seluruh
kota Surabaya hancur lebur.
Pertempuran ini merupakan salah satu
pertempuran paling berdarah yang dialami pasukan Inggris pada dekade
1940an. Pertempuran ini menunjukkan kesungguhan Bangsa Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah.
Karena sengitnya pertempuran dan
besarnya korban jiwa, setelah pertempuran ini, jumlah pasukan Inggris di
Indonesia mulai dikurangi secara bertahap dan digantikan oleh pasukan
Belanda. Pertempuran tanggal 10 November 1945 tersebut hingga sekarang
dikenang dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.
|
0 komentar:
Your comment / Perang